Abu Bakar dilahirkan di Mekah dua setengah tahun setelah Tahun Gajah, atau lima puluh setengah tahun sebelum dimulainya Hijrah. Di masa pra-Islam dikenal sebagai Abul Kaab dan waktu masuk Islam Rasulullah memberinya nama Abdullah dengan gelar as-Shiddiq (Orang Terpercaya). Ia termasuk suku Quraisy dari Bani Taim, dan silsilah keturunannya sama dengan Nabi SAW, dari garis ke-7. Beliau meninggal pada 23 Agustus 634 dalam usia 63 tahun.
Abu Bakar sering mengunjungi Nabi. Dan ketika turun wahyu ia sedang berada di Yaman untuk berdagang. Nabi bersabda, "Apabila saya menawarkan agama Islam kepada seseorang, biasanya orang itu menunjukan keragu-raguannya sebelum memeluk agama Islam. Tapi Abu Bakar suatu perkecualian. Dia memeluk agama Islam tanpa ada sedikit pun keragu-raguan pada dirinya".
Abu Bakar adalah seorang yang kaya raya, memiliki 40.000 dirham ketika masuk agama Islam tapi kemudian hanya tinggal 5.000 dirham saja waktu Hijrah. Madinah sebagai ibu kota Islam sangat rawan oleh musuh. Nabi menghimbau tentang perlunya dana untuk mempertahankan diri. Abu Bakar datang membawa hartanya. Rasulullah bertanya, "Apakah ada yang Anda tinggalkan untuk keturunan Anda?" Abu Bakar langsung menjawab, "Yang saya tinggalkan untuk anak-anak saya hanyalah Allah dan Rasul-Nya."
Ketika dipilih menjadi khalifah Islam yang pertama beliau berpidato di depan publik. "Saudara-saudara, sekarang aku telah terpilih sebagai Amir meskipun aku tidak lebih baik dari siapapun di antara kalian. Bantulah aku apabila aku berada di jalan yang benar, dan perbaikilah aku apabila aku berada di jalan yang salah. Kebenaran adalah suatu kepercayaan; kesalahan adalah suatu pengkhianatan. Orang yang lemah diantara kalian akan menjadi kuat bersamaku sampai (Insya Allah) kebenaran terbukti, dan orang yang kuat diantara kalian akan menjadi lemah bersamaku sampai (Insya Allah) kuambil apa yang menjadi haknya. Patuhlah kepadaku sebagaimana aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Jika aku tidak mematuhi-Nya dan Rasul-Nya, janganlah sekali-kali kalian patuh kepadaku."
Khalifah ini tidak meninggalkan usaha dagangnya. Enam bulan pertama sejak ia menjabat khalifah, ia tetap menggotong lembar-lembar kain di atas pundaknya untuk dijual di pasar-pasar Madinah.
Ketika berjalan di Kota Madinah, ia mendengar seorang anak perempuan berkata, "Sekarang dia sudah menjadi khalifah, dan sejak saat ini dia tidak akan memerah susu kambing-kambing kita lagi." Sekejap itu dia menjawab, "Tidak anakku, tentu saja saya akan memerah susu sebagaimana biasanya. Saya harap dengan rahmat Allah, kedudukan saya tidak akan mengubah kerja sehari-hari saya." Sebelumnya beliau sudah biasa memerah susu kambing milik orang-orang di kampungnya.
Abu Bakar bertanya kepada petugas Baitul Mal, berapa jumlah yang telah ia ambil sebagai uang tunjangan. Kata petugas itu 6.000 dirham selama dua setengah tahun kekhalifahan. Lalu ia memerintahkan agar tanah miliknya dijual dan seluruh hasilnya diberikan kepada Baitul Mal. Lalu, seekor unta dan sepotong baju seharga seperempat rupee milik pribadinya ia amanatkan agar diberikan kepada khalifah yang baru setelah ia meninggal dunia. Ketika barang-barang tersebut dibawa kepada yang berhak, Umar yang baru saja menerima jabatan sebagai khalifah mengeluarkan air mata dan berkata, "Abu Bakar, engkau membuat tugas penggantimu menjadi sangat sulit."
Pada malam sebelum meninggal, Abu Bakar bertanya kepada putrinya, Aisyah, berapa jumlah kain yang digunakan sebagai kain kafan Nabi. Aisyah menjawab ’Tiga’. Seketika itu juga ia bilang bahwa dua lembar yang masih melekat dibadannya supaya dicuci, sedangkan satu lembar kekurangannya, yaitu lembar ketiga, boleh dibeli. Dengan berurai air mata Aisyah berkata bahwa dia tidaklah sedemikian miskinnya, sehingga tidak mampu membeli kain kafan untuk ayahnya. Khalifah menjawab, kain yang baru lebih berguna bagi orang yang hidup daripada orang yang meninggal. (Disadur dari ’Hundred Great Muslims’, Jamil Ahmad, Lahore-Pakistan 1984)
30 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar